Jumat, 05 Desember 2014

Materi Hubungan Gereja Dan Negara

 Dalam bagian ini kita akan membahas tentang hubungan gereja dengan Negara . Gereja yang hadir di tengah dunia hidup bukanlah untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk lingkungan dimana ia ada..

1. Empat Model Hubungan Gereja dan Negara

 Di bawah ini akan diuraikan 4 model hubungan gereja dengan Negara  antara lain:
1. Terpisah dan bermusuhan artinya gereja diasingkan dengan Negara, gereja tidak diakui keberadaannya oleh Negara contoh dinegera-negara Eropa Timur dan Selatan
2. Pemisahan gereja dengan Negara artinya Negara tidak memihak, Negara bersifat netral. Dalam hubungan seperti ini gereja tidak mendapat bantuan dari Negara. Kendatipun demikian gereja dalam hubungan seperti ini mendapat kebebasan penuh untuk mengembangkan diri, contoh di Negara Prancis, AS dll
3. Mapan artinya dalam hubungan yang mapan gereja mendapat dukungan yang penuh dari Negara contoh di Negara-negara Eropa Utara (Inggris, Swedia, Norwegia dll)
4. Semi terpisah artinya Gereja menentukan  dan mengurus dirinya sendiri secara terbatas. Para pepimpin gereja berhak mendapat layanan public contoh di Jerman.



2. Belajar dari Tokoh Gereja

 Dietrich Boenhoeffen (1906-1945) lahir  dalam keluarga bangsawan Jerman yang terpelajar. Ayahnya  seorang psikiater di Universitas Berlin dan ibunya  adalah anak pendeta. Ia tumbuh sebagai seorang anak yang cerdas sehingga dalam usia  21 tahun ia mampu meraih gelar doktor, dan setahun kemudian ia menjadi dosen dan pendeta di Universitas Berlin.  Pada waktu itu situasi perekonomian Jerman sangat terpuruk, nilai mata uang  dan saham jatuh, pabrik-pabrik tutup dan buruh menganggur. di tengah situasi demikian muncullah  partai yang bernama NASI (National Sozialist). Partai ini  melontarkan semboyang  cinta bangsa sehingga menimbulkan rasa benci terhadap bangsa lain termasuk bangsa Yahudi yang ada di negara itu. Ternyata  semboyang ini mendapat sambutan hangat, sehingga partai NAZI dalam pemilihan berikutnya  mendapat suara yang cukup siknipikan. Adolf Hitler, pemimipin partai  tersebut terpilih menjadi Perdana Menteri, kemudian menjadi Presiden dengan kekuasaan mutlak. Banyak pendeta tertarik dengan gagasan tersebut, apalagi Hitler menjanjikan sejumlah bantuan kepada Gereja.

 Dietrich Boenhoeffen mengambil sikap yang berbeda dengan temannya sesama pendeta. Dalam khotbahnya ia mengatakan "Gereja, jadilah Gereja jangan membiarkan dirimu menjadi alat  pemerintah. Roh Kristus  bukanlah roh kesombongan berbangsa dan juga bukan roh kebenciaan terhadap bangsa lain. Gereja, mana kesaksianmu? Mengapa kamu mendekati pemerintah yang sewenang wenang." Dengan sikap Boenhoeffen seperti ini, ia dan teman-temannya ditangkap oleh tentara NAZI pada tahun 1945, karena merencanakan pembunuhan terhadap Hitler. Dua tahun kemudiana, ia dihukum gantung. Sebenarnya Boenhoeffer menyadari  bahwa membunuh adalah keliru, tetapi hati nuraninya memutuskan bahwa membunuh seorang pembunuh supaya pembunuhan itu berhenti membunuh jutaan orang lainnya adalah Ultima ratio atau pilihan terakhir yang terpaksa

3. Gereja dalam Konteks Indonesia

 Dalam konteks Indonesia, kedudukan  Gereja berada pada bekerjasama, dimana Negara melindungi dan memberikan hak pada masyrakatnya untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya. Hubungan gereja dan Negara sifatnya koordinatif (setara dan saling bekerja sama) bukanlah subordinatif (yang satu menguasai yang lain). Demikian pula agama (dalam hal ini gereja) ikut membina warganya agar dapat berpartisipasi dengan baik dalam mayarakat dengan penuh rasa tanggung jawab menjaga stabilitas kebangsaan ini. Kesemuanya  ini adalah usaha untuk lebih mengaplikasikan tiga tugas utama gereja yaitu, Bersekutu (Koinonia),  Melayani (Diakonia)dan Bersaksi (Marturia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar